Hallo Sobat Ardes semua, sobat sudah tidak asing lagi dengan kota Yogyakarta, kota dengan segala daya tarik dan sejarah yang begitu manarik untuk diketahui..? Selain dikenal dengan kota Pelajar dan kota Wisata, Jogja juga menyimpan banyak sejarah dan budaya yang menarik dan wajib sobat semua ketahui, sebagai generasi muda kita wajib melestarikan kebudayaan yang masih ada di negara kita ini. Kali ini mimin akan mengulas mengenai sejarah Sumbu Filosofis Yogyakarta, bagaimana sejarah yang ada di dalamnya.
1.Sejarah Pada tahun 1755, Sri Sultan Hamengku Buwono I, yang dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi, mulai membangun Kota Yogyakarta. Pengejawantahan konsep ke dalam tata ruang Kota Yogyakarta dihasilkan dari proses menep atau perjalanan hidup Pangeran Mangkubumi. Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunan keraton oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah konsepsi Hamemayu Hayuning Bawono. Artinya membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Konsep-konsep tersebut diejawantahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan Laut Selatan dan Gunung Merapi sebagai poros. Lokasi pembangunannya juga dipilih dekat dengan sumber mata air Umbul Pacethokan. Kontur tanah wilayah bangunan keraton lebih tinggi, seperti di atas punggung kura-kura, dengan diapit oleh 6 sungai, 3 di timur, dan 3 di barat, sehingga bebas dari banjir. Selain sebagai perindang, aneka vegetasi juga ditanam di seputar keraton sebagai media menambatkan makna kehidupan.
2.Filosofi Sultan Hamengku Buwana I menata Kota Yogyakarta membentang arah utara-selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya. Sultan juga mendirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) di sisi utara keraton, dan Panggung Krapyak di sisi selatannya. Dari ketiga titik tersebut apabila ditarik suatu garis lurus akan membentuk sumbu imajiner yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta. Sultan Hamengku Buwana I menata Kota Yogyakarta membentang arah utara-selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya. Sultan juga mendirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) di sisi utara keraton, dan Panggung Krapyak di sisi selatannya. Dari ketiga titik tersebut apabila ditarik suatu garis lurus akan membentuk sumbu imajiner yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta. Secara simbolis Sumbu Filosofi Yogyakarta melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablun min Allah), manusia dengan manusia (Hablun min Annas), serta manusia dengan alam termasuk lima anasir pembentuknya yaitu api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta), dan angkasa (ether).
3.Perkembangan Hanya saja Tugu Golong Gilig yang dikenal sekarang telah berubah wujudnya. Tugu yang asli rusak akibat gempa pada tahun 1867. Tugu itu dibangun kembali dengan bantuan pemerintah Hindia-Belanda. Namun tugu tersebut bentuknya tidak sama dengan aslinya. Diduga, ini memang kesengajaan dari pemerintah Hindia-Belanda yang tidak suka dengan semangat kesatuan yang disimbolkan oleh tugu tersebut. Tidak cukup dengan itu, pemerintah Hindia-Belanda pun membangun rel kereta api yang memotong sumbu filosofi. Sumbu Filosofi, menurut Sri Sultan, merupakan sebuah warisan budaya yang penuh dengan filosofi tinggi, sehingga wajib dilestarikan dengan segala atribut yang menyertainya. Sri Sultan berharap penetapan itu dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama akan nilai-nilai universal yang diperlukan, untuk menciptakan dunia baru yang lebih baik di masa depan. Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia. Penetapan ini dilakukan dalam Sidang Luar Biasa ke-45 Komite Warisan Dunia di Arab Saudi pada 18 September 2023. Penetapan Sumbu FIlosofis Yogyakarta ini kemudian jadi kali berikutnya, karena dianggap memenuhi kriteria penilaian yang ditetapkan. Sumbu Filosofis Yogyakarta dianggap menunjukan pertukaran nilai dan gagasan penting antara berbagai sistem kepercayaan, mulai dari animisme, Hindu, Buddha, Islam Sufi, hingga pengaruh dari Barat. Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal. Saat menetapkan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Dunia, UNESCO mengeluarkan tujuh rekomendasi. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan pemugaran Beteng kemungkinan besar menjadi salah satu rekomendasi UNESCO. Pemda DIY sudah merevitalisasi Beteng dan akan melanjutkannya tahun depan. Beteng adalah sebutan warga Jogja untuk benteng yang mengelilingi kawasan Kraton. Peran Masyarakat Beliau berharap, penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia ini akan memberikan dorongan semangat bagi seluruh pemangku kepentingan. Tidak hanya di Yogyakarta tetapi juga di seluruh Indonesia, untuk bersama-sama melestarikan warisan budaya dan cagar budaya yang dimiliki. Sebagai masayarat
Jadi itulah ulasan mengenai sejarah Sumbu Filosofis Kota Yogyakarta, setelah mengetahuinya kita bisa menjadi oarang yang ikut melestarikan dan juga mengenalkannya kepada generasi selanjutnya dan kepada dunia. Untuk rencana tour Jogja yang murah dan seru sobat bisa langsung menghubungi Admin Ardes di https://www.ardestourjogja.com/ atau di sosial media Ardes @ardestourindonesia. Jadi tunggu apalagi? mau liburan yang mudah dan menyenangkan sudah pasti Ardes Tour pilihannya. See You Sobat...